Minggu, 26 Juli 2020

Nostalgia di Jalan Trikora


Desain: Ratri Puspita | Didukung oleh Canva


Saya tidak menyangka akan kembali ke tempat yang pernah didatangi bersama almarhumah eyang. Kami telah resmi melangkah jauh dari tempat tersebut sebelum 2011. Puncaknya November 2011.


Apa yang kami lakukan di Jalan Trikora? Kalau saya, sih, cuma berperan sebagai pengantar eyang yang mengambil pensiun. Sebagai pensiunan kantor telepon atau Telkom (kini PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, sebulan sekali eyang mengambil pensiun di Jalan Trikora 2 yang berfungsi sebagai kantor P2Tel (Persatuan Pensiunan Telkom).


Di kantor yang letaknya berada di sisi selatan Benteng Vredeburg dan berbatasan langsung dengan Kantor Pos Besar Yogyakarta ini, eyang mengambil selembar kertas bertulis nominal uang pensiun yang bisa diambil. Lembaran kertasnya seukuran kertas undangan yang dijual di toko-toko alat tulis dan hanya ditulis tangan.


Memang hanya ditulis tangan.


Kalau nggak pakai spidol kecil tinta hitam, ya, pulpen hitam. Pokoknya tulis tangan. Jika melihat duktus dan gaya penulisannya, tulisan tangan itu milik seorang yang kurang lebih usianya sepantaran dengan eyang.


Memasuki ruang yang dikhususkan untuk para pensiunan, di dalamnya sudah pasti riuh rendah. Nggak seramai pasar, sih, tapi suasanya benar-benar hidup. Barangkali para pensiunan merasa gembira kembali bertemu mantan kawan sekantor sehingga ritual mengambil pensiun dimanfaatkan menjadi ajang reuni, berbagi cerita, dan bersuka canda.


Mbak Heni, seorang staff yang usianya paling muda di antara rekan seruangannya, hanya mesam-mesem atau senyam-senyum kalau para pensiunan mulai pada guyon.


Saya pun tak luput dari candaan para kaum senior tersebut. Terlebih yang bernama Pak Bandono (atau lebih pas dipanggil Eyang Bandono kali, ya?). Beliau hobi sekali mencandai eyang. Masak saya dibilang anaknya eyang? (!). Hahaha.


Di tempat itu pula, para pensiunan tidak hanya mengambil struk pensiun yang kemudian ditukar uang tunai di bank seberang, BNI 46 (sekarang PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk).


Para pensiunan bisa pinjam uang alias mengajukan kredit yang dibayar dalam jangka waktu tertentu. Cicilan per bulannya dipotong dari dana pensiun. Eyang tentu saja pernah memanfaatkan fasilitas kredit pensiun.


Makanya, sebelum menuju ke bank, para pensiunan mampir ke P2Tel untuk cek rekening supaya tahu besaran pensiun yang bisa ditulis di slip pengambilan pensiun dan dicairkan.


Ya, namanya hidup, kan, tidak selalu lancar jaya. Ada kalanya terganjal kebutuhan mendadak. Dan, bagi keluarga sederhana seperti kami ini, model kredit seperti itu sungguh menolong.


Usai mengetahui jumlah uang pensiun yang bisa dicairkan di bulan tertentu, saya dan eyang menyeberang menuju BNI 46. Tukang becak yang menunggu kami, pun, ikut menyeberang agar mudah menjemput kami sekeluarnya dari bank.


Kami tidak selalu membiarkan tukang becak menunggu. Bila kami ingin membeli kebutuhan bulanan di supermarket Super Ekonomi (dulu letaknya berada di salah satu lantai di atas Pasar Beringharjo), tukang becak tak perlu menunggu, karena kami bisa pulang dengan naik becak yang ada di sekitaran Pasar Beringharjo.


Sekelumit cerita di Jalan Trikora menjadi nostalgia indah sepanjang masa. Yogyakarta yang dinamis dengan zaman, kenangan akan becak kayuh yang pernah menjadi tunggangan andalan, eyang yang didapuk sebagai tumpuan untuk jajan alias dipalak (🤣), Jalan Trikora yang kini kembali kepada "nama lahir"nya yakni Jalan Pangurakan, gedung P2Tel yang telah berganti fungsi, juga Super Ekonomi yang tinggal nama.***


0 comments:

Posting Komentar