Aku termenung di bawah mentari, di antara megahnya alam ini.
Bukan hanya enak didengar, “Damai Bersamamu” juga sarat akan pesan tentang
indahnya perdamaian dan pencarian kedamaian di dalam diri seseorang. Damai jadi
objek pencarian manusia saat ini, terlebih di Indonesia, di tengah maraknya
berita hoaks, gosip, fitnah, ujaran kebencian hingga tindak kekerasan seperti
yang baru-baru ini terjadi di Sigi. Indahnya perdamaian yang digemakan Chrisye
amat dirindukan oleh setiap elemen masyarakat Indonesia.
Tak
dapat dipungkiri, berita hoaks, gosip, fitnah, ujaran kebencian, tindakan
kekerasan telah mencemari perdamaian di Indonesia. Informasi yang beredar, khususnya di media
sosial, tidak didasarkan pada fakta, tapi berhasil mempengaruhi sebagian elemen
masyarakat untuk mempercayainya seolah-olah nyata. Bagus Laksana , di dalam
presentasi yang berjudul “Berpikir Kritis
di Zaman Post-Truth”, mengatakan bahwa lemahnya pendidikan untuk berpikir
kritis menjadi salah satu penyebab ketidakmampuan sebagian elemen masyarakat membedakan
“fakta” dari “fantasi”.
Hal
itu didukung oleh teknologi yang mampu mempercepat sekaligus memperluas
penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian, khususnya melalui media sosial.
Teknologi juga memudahkan rekayasa materi digital, mulai dari foto hingga video
(deepfake). Informasi dan materi
digital yang sudah direkayasa itu pun dapat dimanfaatkan sebagai “senjata”
untuk mematikan orang atau kelompok yang tidak disukai. Akibatnya, bukan budaya
damai yang digencarkan di dalam masyarakat, melainkan permusuhan, bahkan
kematian.
Umat
beriman sebagai bagian dari masyarakat juga memberi perhatian khusus pada upaya
memajukan nilai-nilai perdamaian. Di Indonesia, misalnya, Jaringan Gusdurian
sebagai salah satu komunitas berlatar belakang Islam gencar mempromosikan nilai
Islam Nusantara dan Islam yang menjadi berkat bagi seluruh alam semesta.
Srikandi Lintas Iman, yang beranggotakan para perempuan, yang berasal dari
latar belakang iman yang berbeda, juga melakukan hal yang sama. Ada lagi
Yayasan Buddha Tzu Chi yang sering memberi bantuan tanpa memandang latar
belakang agama.
Sebagai
penganut Katolik, saya juga memperhatikan cukup banyak komunitas di gereja saya
terutama yang saat ini gencar memperkenalkan isi Fratelli Tutti, surat edaran terbaru dari Paus Fransiskus. Di
kalangan umat Katolik, surat edaran Paus, yang dikenal dengan istilah
‘Ensiklik’, cukup berpengaruh, karena menawarkan kontekstualisasi nilai-nilai
Injil di dalam hidup umat beriman masa kini. Di dalam Fratelli Tutti, Paus Fransiskus menunjukkan cara
mengimplementasikan ajaran Injil di dalam merawat persaudaraan manusia lintas
batas di zaman modern, baik batas wilayah, tingkat ekonomi, suku dan ras,
maupun agama.
Saya
melihat Chrisye menyuarakan perdamaian melalui talentanya sebagai seniman, sedangkan
Paus Fransiskus “bersuara” lewat kata diikuti teladan. Ketika ada pihak
berupaya merusak perdamaian dengan cara menyalahgunakan kata dan data untuk
memutarbalikkan fakta dan logika, kedua tokoh justru bergerak di dunianya
masing-masing untuk menggapai indahnya damai, mewujudkan perdamaian. Chrisye
mengungkapkan kerinduan akan terpeliharanya damai yang dianugerahkan oleh Tuhan
bagi manusia. Sementara itu, Paus Fransiskus mendorong agar setiap orang yang
merindukan damai berkomitmen untuk bersama-sama mengupayakan damai tersebut.
Menurut saya, keduanya memperlihatkan perdamaian sebagai sesuatu yang berharga
sehingga layak diperjuangkan dengan segala daya upaya, bakat dan kemampuan,
serta melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Yang
saya bayangkan adalah memelihara perdamaian tidak cukup hanya melalui,
misalnya, foto bersama teman beda agama atau sekali dua kali terlibat dalam
kegiatan lintas iman kemudian diunggah ke media sosial, lalu selesai. Justru
perdamaian sesungguhnya terwujud ketika saya dapat menjadi teman berbagi yang
dipercaya oleh orang yang berfoto dengan saya. Demikianlah saya, baik sebagai
warga masyarakat maupun orang beriman, memiliki cara saya sendiri untuk
menemukan dan memelihara damai.
Chrisye,
di dalam “Damai Bersamamu”, mengidungkan permohonan kepada Tuhan agar damai
tetap boleh dinikmati, dimulai dari diri manusia sedangkan dari pembacaan saya
atas Fratelli Tutti, damai diupayakan
ke luar dengan cara merawat persaudaraan lintas batas. Seperti dikatakan oleh
Paus Fransiskus dalam Fratelli Tutti artikel
100, “Betapa keluarga manusia kita perlu belajar hidup bersama dalam harmoni
dan damai, tanpa kita semua harus menjadi sama!” Pada akhirnya, jika memang
kita belum mampu mengupayakan dengan cara-cara yang besar, setidaknya kita menjaga perdamaian
mulai dari diri sendiri.***
#ceritabineka
#srikandilintasiman
#interfaithwomen
#medialiteracy
#pluralismeindonesia
Gambar judul: didesain menggunakan Canva
0 comments:
Posting Komentar