Kamis, 03 Desember 2020

Menemukan Damai Lewat Nada dan Kata

 

 Aku termenung di bawah mentari, di antara megahnya alam ini.

Menikmati indahnya kasih-Mu, kurasakan damainya hatiku.

Demikian sepenggal lirik lagu “Damai Bersamamu”, yang dipopulerkan Chrisye pada tahun 1996, lewat album Akustichrisye. Lagu ciptaan Johnny Sahilatua ini segera merebut hati para pendengarnya. Ketika artikel ini ditulis, di kanal Youtube Musica Studio’s, “Damai Bersamamu” sudah 1.866.514 kali ditonton.

Bukan hanya enak didengar, “Damai Bersamamu” juga sarat akan pesan tentang indahnya perdamaian dan pencarian kedamaian di dalam diri seseorang. Damai jadi objek pencarian manusia saat ini, terlebih di Indonesia, di tengah maraknya berita hoaks, gosip, fitnah, ujaran kebencian hingga tindak kekerasan seperti yang baru-baru ini terjadi di Sigi. Indahnya perdamaian yang digemakan Chrisye amat dirindukan oleh setiap elemen masyarakat Indonesia.

Tak dapat dipungkiri, berita hoaks, gosip, fitnah, ujaran kebencian, tindakan kekerasan telah mencemari perdamaian di Indonesia.  Informasi yang beredar, khususnya di media sosial, tidak didasarkan pada fakta, tapi berhasil mempengaruhi sebagian elemen masyarakat untuk mempercayainya seolah-olah nyata. Bagus Laksana , di dalam presentasi yang berjudul “Berpikir Kritis di Zaman Post-Truth”, mengatakan bahwa lemahnya pendidikan untuk berpikir kritis menjadi salah satu penyebab ketidakmampuan sebagian elemen masyarakat membedakan “fakta” dari “fantasi”.


Hal itu didukung oleh teknologi yang mampu mempercepat sekaligus memperluas penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian, khususnya melalui media sosial. Teknologi juga memudahkan rekayasa materi digital, mulai dari foto hingga video (deepfake). Informasi dan materi digital yang sudah direkayasa itu pun dapat dimanfaatkan sebagai “senjata” untuk mematikan orang atau kelompok yang tidak disukai. Akibatnya, bukan budaya damai yang digencarkan di dalam masyarakat, melainkan permusuhan, bahkan kematian.

Umat beriman sebagai bagian dari masyarakat juga memberi perhatian khusus pada upaya memajukan nilai-nilai perdamaian. Di Indonesia, misalnya, Jaringan Gusdurian sebagai salah satu komunitas berlatar belakang Islam gencar mempromosikan nilai Islam Nusantara dan Islam yang menjadi berkat bagi seluruh alam semesta. Srikandi Lintas Iman, yang beranggotakan para perempuan, yang berasal dari latar belakang iman yang berbeda, juga melakukan hal yang sama. Ada lagi Yayasan Buddha Tzu Chi yang sering memberi bantuan tanpa memandang latar belakang agama.


Sebagai penganut Katolik, saya juga memperhatikan cukup banyak komunitas di gereja saya terutama yang saat ini gencar memperkenalkan isi Fratelli Tutti, surat edaran terbaru dari Paus Fransiskus. Di kalangan umat Katolik, surat edaran Paus, yang dikenal dengan istilah ‘Ensiklik’, cukup berpengaruh, karena menawarkan kontekstualisasi nilai-nilai Injil di dalam hidup umat beriman masa kini. Di dalam Fratelli Tutti, Paus Fransiskus menunjukkan cara mengimplementasikan ajaran Injil di dalam merawat persaudaraan manusia lintas batas di zaman modern, baik batas wilayah, tingkat ekonomi, suku dan ras, maupun agama.

Saya melihat Chrisye menyuarakan perdamaian melalui talentanya sebagai seniman, sedangkan Paus Fransiskus “bersuara” lewat kata diikuti teladan. Ketika ada pihak berupaya merusak perdamaian dengan cara menyalahgunakan kata dan data untuk memutarbalikkan fakta dan logika, kedua tokoh justru bergerak di dunianya masing-masing untuk menggapai indahnya damai, mewujudkan perdamaian. Chrisye mengungkapkan kerinduan akan terpeliharanya damai yang dianugerahkan oleh Tuhan bagi manusia. Sementara itu, Paus Fransiskus mendorong agar setiap orang yang merindukan damai berkomitmen untuk bersama-sama mengupayakan damai tersebut. Menurut saya, keduanya memperlihatkan perdamaian sebagai sesuatu yang berharga sehingga layak diperjuangkan dengan segala daya upaya, bakat dan kemampuan, serta melibatkan seluruh elemen masyarakat.


Yang saya bayangkan adalah memelihara perdamaian tidak cukup hanya melalui, misalnya, foto bersama teman beda agama atau sekali dua kali terlibat dalam kegiatan lintas iman kemudian diunggah ke media sosial, lalu selesai. Justru perdamaian sesungguhnya terwujud ketika saya dapat menjadi teman berbagi yang dipercaya oleh orang yang berfoto dengan saya. Demikianlah saya, baik sebagai warga masyarakat maupun orang beriman, memiliki cara saya sendiri untuk menemukan dan memelihara damai.

Chrisye, di dalam “Damai Bersamamu”, mengidungkan permohonan kepada Tuhan agar damai tetap boleh dinikmati, dimulai dari diri manusia sedangkan dari pembacaan saya atas Fratelli Tutti, damai diupayakan ke luar dengan cara merawat persaudaraan lintas batas. Seperti dikatakan oleh Paus Fransiskus dalam Fratelli Tutti artikel 100, “Betapa keluarga manusia kita perlu belajar hidup bersama dalam harmoni dan damai, tanpa kita semua harus menjadi sama!” Pada akhirnya, jika memang kita belum mampu mengupayakan dengan cara-cara yang besar, setidaknya kita menjaga perdamaian mulai dari diri sendiri.***

#ceritabineka
#srikandilintasiman
#interfaithwomen
#medialiteracy
#pluralismeindonesia

Gambar judul: didesain menggunakan Canva


0 comments:

Posting Komentar