Masih ingat dengan Ferdian Paleka? Sempat buron, pemilik 149.000 subscribers di Youtube tersebut digelandang ke Polrestabes Bandung lantaran kasus prank sembako sampah terhadap sejumlah transpuan dan anak-anak. Belum juga usai kisah Ferdian Paleka, warganet riuh bercerita soal Indira Kalistha.
Opini Youtuber, influencer, sekaligus selebgram ini dianggap meremehkan virus Corona, karena tidak
mau memakai masker dan mencuci tangan. Begitu dihujat, Indira meminta maaf melalui
Instagram pribadinya dan podcast Youtube Deddy Corbuzier.
Tren
media sosial membawa manusia pada Youtube sebagai medium komunikasi. Orang-orang
lalu aktif berbagi materi yang dikemas secara kreatif, termasuk di antaranya prank
dan opini, seperti yang dilakukan Ferdian Paleka dan Indira Kalistha.
Sayangnya, materi mereka tidak selalu bijak.
Prank yang dilakukan Ferdian, misalnya, menjadikan aktivitas berbagi sembako sebagai lelucon yang menyakiti dan menghina penerimanya. Sementara itu, sebagai pemilik 3 jutaan subscribers di Youtube dan 1,6 jutaan followers di Instagram, opini Indira dikhawatirkan dapat mendorong masyarakat melanggar protokol kesehatan dari pemerintah.
Lalu,
cerita macam apa yang layak dibagikan? Pesan Paus Fransiskus dalam rangka Hari
Komunikasi Sosial Sedunia ke-54 dapat dijadikan acuan untuk menjawab pertanyaan
tersebut. “Cerita baik yang menjalin rajutan kemanusiaan” menjadi benang merah pesan
Paus, yang akan dielaborasi lebih jauh di dalam tulisan ini.
“Tidak
semua cerita baik.” Demikian kata Paus Fransiskus di dalam pesan yang bertajuk
“Hidup Menjadi Cerita” ini. Suatu cerita menjadi tidak baik, menurut Paus,
ketika mendorong eksploitasi, membicarakan hal buruk, serta merusak diri
sendiri dan orang lain. Bukan kemanusiaan yang dijalin, melainkan
“penelanjangan martabat”.
Jalinan
rajutan kemanusiaan pada masa kini, termasuk di media komunikasi sosial seperti
Youtube, cenderung hanya diperhatikan sejauh ada yang mengingatnya. Perhatian
orang kerapkali lebih tertuju pada subscribers, followers, Play
Button, dan AdSense ketika membuat konten.
Capaian subscribers,
followers, dan Play Button menentukan tingkat popularitas
seseorang di dunia media sosial. Sementara itu, AdSense menjadi penentu
tingkat pendapatan dan kekayaan yang diperoleh dari Youtube.
Akibatnya,
orang-orang mengunggah kisah-kisah ringan, instan, dan dangkal dengan judul-judul menarik dan bombastis
demi meraup banyak penonton. Penghargaan atas martabat, kemanusiaan, dan nilai
kebaikan menjadi terlewatkan sampai ada yang mengkritik. Contoh nyata terjadi
pada kasus Ferdian Paleka dan Indira Kalistha.
Perhatian
pada jalinan kisah kemanusiaan saat ini bisa luput ketika orang sibuk memburu popularitas
dan uang. Luputnya perhatian itu menghilangkan kesadaran rohani yang seharusnya
ada di dalam diri mereka.
Kesadaran rohani yang dimaksud adalah jalinan setiap
kisah manusia sesungguhnya merupakan kisah Allah yang berkarya dan mencintai,
terutama melalui penebusan Yesus Kristus. Paus dengan tajam menyinggung soal
kesadaran tersebut.
Sesudah Allah menjadi cerita […] setiap cerita manusia merupakan cerita ilahi. Dalam cerita setiap orang, Bapa melihat kembali cerita tentang Putera-Nya yang turun ke bumi,
demikian
pesan Paus, meneguhkan setiap cerita seperti yang dibagikan kanal Liana Ners
dan Sinau Hurip.
Belajar dari pesan Paus, Ferdian Paleka, Indira Kalistha, serta inspirasi kanal Liana Ners dan Sinau Hurip, bukankah kita seharusnya sudah tahu cerita macam apa yang layak dibagi? Jika mampu, bisa saja kita melanjutkan kisah Liana Ners dan Sinau Hurip.
Kita pun memiliki kisah tersendiri yang dapat melanjutkan jalinan kisah kemanusiaan kita. Semakin jauh kisah baik itu terjalin, kita boleh berharap bahwa anak cucu pun masih dapat ikut mendengarkannya. ***
0 comments:
Posting Komentar