Rabu, 15 Juli 2020

Merajut Kisah Kasih Allah

Masih ingat dengan Ferdian Paleka? Sempat buron, pemilik 149.000 subscribers di Youtube tersebut digelandang ke Polrestabes Bandung lantaran kasus prank sembako sampah terhadap sejumlah transpuan dan anak-anak. Belum juga usai kisah Ferdian Paleka, warganet riuh bercerita soal Indira Kalistha.


Opini Youtuber, influencer, sekaligus selebgram ini dianggap meremehkan virus Corona, karena tidak mau memakai masker dan mencuci tangan. Begitu dihujat, Indira meminta maaf melalui Instagram pribadinya dan podcast Youtube Deddy Corbuzier.


Tren media sosial membawa manusia pada Youtube sebagai medium komunikasi. Orang-orang lalu aktif berbagi materi yang dikemas secara kreatif, termasuk di antaranya prank dan opini, seperti yang dilakukan Ferdian Paleka dan Indira Kalistha. Sayangnya, materi mereka tidak selalu bijak.



Prank yang dilakukan Ferdian, misalnya, menjadikan aktivitas berbagi sembako sebagai lelucon yang menyakiti dan menghina penerimanya. Sementara itu, sebagai pemilik 3 jutaan subscribers di Youtube dan 1,6 jutaan followers di Instagram, opini Indira dikhawatirkan dapat mendorong masyarakat melanggar protokol kesehatan dari pemerintah.


Lalu, cerita macam apa yang layak dibagikan? Pesan Paus Fransiskus dalam rangka Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-54 dapat dijadikan acuan untuk menjawab pertanyaan tersebut. “Cerita baik yang menjalin rajutan kemanusiaan” menjadi benang merah pesan Paus, yang akan dielaborasi lebih jauh di dalam tulisan ini.


“Tidak semua cerita baik.” Demikian kata Paus Fransiskus di dalam pesan yang bertajuk “Hidup Menjadi Cerita” ini. Suatu cerita menjadi tidak baik, menurut Paus, ketika mendorong eksploitasi, membicarakan hal buruk, serta merusak diri sendiri dan orang lain. Bukan kemanusiaan yang dijalin, melainkan “penelanjangan martabat”.


Jalinan rajutan kemanusiaan pada masa kini, termasuk di media komunikasi sosial seperti Youtube, cenderung hanya diperhatikan sejauh ada yang mengingatnya. Perhatian orang kerapkali lebih tertuju pada subscribers, followers, Play Button, dan AdSense ketika membuat konten.


Capaian subscribers, followers, dan Play Button menentukan tingkat popularitas seseorang di dunia media sosial. Sementara itu, AdSense menjadi penentu tingkat pendapatan dan kekayaan yang diperoleh dari Youtube.


Akibatnya, orang-orang mengunggah kisah-kisah ringan, instan, dan dangkal dengan judul-judul menarik dan bombastis demi meraup banyak penonton. Penghargaan atas martabat, kemanusiaan, dan nilai kebaikan menjadi terlewatkan sampai ada yang mengkritik. Contoh nyata terjadi pada kasus Ferdian Paleka dan Indira Kalistha.


Perhatian pada jalinan kisah kemanusiaan saat ini bisa luput ketika orang sibuk memburu popularitas dan uang. Luputnya perhatian itu menghilangkan kesadaran rohani yang seharusnya ada di dalam diri mereka.


Kesadaran rohani yang dimaksud adalah jalinan setiap kisah manusia sesungguhnya merupakan kisah Allah yang berkarya dan mencintai, terutama melalui penebusan Yesus Kristus. Paus dengan tajam menyinggung soal kesadaran tersebut.

Sesudah Allah menjadi cerita […] setiap cerita manusia merupakan cerita ilahi. Dalam cerita setiap orang, Bapa melihat kembali cerita tentang Putera-Nya yang turun ke bumi,

demikian ungkap beliau.

Dapatkah cerita cinta Allah ditemukan dan dijalin di antara kita bila yang diunggah adalah kisah-kisah prank dan ketidakpedulian pada kemanusiaan? Alih-alih prank dan opini dangkal, cerita cinta Allah justru akan lebih tampak di dalam unggahan-unggahan bermakna. Contohnya adalah kanal Liana Ners dan Sinau Hurip di Youtube.

Liana Ners dan Sinau Hurip mencurahkan perhatian kepada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Bedanya terletak pada cara mereka memanusiakan ODGJ. Liana Ners memberi perawatan medis. Sementara itu, Sinau Hurip memandikan, mengganti pakaian, memotong rambut dan kuku, serta memberi makanan dan minuman kepada para ODGJ yang telantar di jalanan.

Unggahan-unggahan kanal Liana Ners dan Sinau Hurip itu menyuarakan kisah kasih Allah. ODGJ, yang secara menyakitkan terputus dari jalinan cerita masyarakat sekitarnya, dirangkul kembali oleh mereka. Pesan materinya jelas: kisah kasih Allah tidak berhenti pada diri mereka, tapi diteruskan kepada orang-orang yang mereka layani.


demikian pesan Paus, meneguhkan setiap cerita seperti yang dibagikan kanal Liana Ners dan Sinau Hurip.


Belajar dari pesan Paus, Ferdian Paleka, Indira Kalistha, serta inspirasi kanal Liana Ners dan Sinau Hurip, bukankah kita seharusnya sudah tahu cerita macam apa yang layak dibagi? Jika mampu, bisa saja kita melanjutkan kisah Liana Ners dan Sinau Hurip.


Kita pun memiliki kisah tersendiri yang dapat melanjutkan jalinan kisah kemanusiaan kita. Semakin jauh kisah baik itu terjalin, kita boleh berharap bahwa anak cucu pun masih dapat ikut mendengarkannya. ***




Catatan Penulis:
1. Tulisan ini dibuat sebagai materi lomba menulis opini yang diselenggarakan oleh Komsos KWI (Komisi Komunikasi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia)
2. Tulisan ini belum berjodoh dengan panitia.
3. Atas izin panitia, penulis mengunggah ke blog pribadi penulis supaya dapat dibaca oleh lebih banyak orang.

0 comments:

Posting Komentar