Rabu, 06 Januari 2021

Natal dan Tahun Baru: Sebuah Catatan

  


Hari-hari sekitar Natal, cukup banyak di antara kita atau teman-teman Katolik yang sibuk berbalas ucapan selamat Natal. Bentuk dan isi ucapan “Selamat Natal” direka beraneka ragam: ada yang mengirimkan dengan foto keluarga yang disertai ucapan, ada yang cukup mengirim stiker gambar-gambar bernuansa Natal, ada pula yang mengirim video, ada yang cuma mengucapkan “Selamat Natal”, ada yang mengucap selamat Natal diimbuhi aneka kalimat harapan, ada pula yang komplet merangkai ucapan “Selamat Natal” dengan “Selamat Tahun Baru”.

Natal dan tahun baru hampir tidak dapat dipisahkan, karena jaraknya yang berdekatan. Banyak orang yang merangkaikan keduanya. Terasa menggelitik, karena Natal dan tahun baru bukan sepaket perayaan. Namun, karena hanya berjarak satu minggu dan berada di ujung tahun, ucapan “Selamat Natal” digabung dengan “Selamat Tahun Baru”.

Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak Anda memaknai Natal dan tahun baru serta menimba inspirasi dari kedua perayaan yang kadung dipasangkan tersebut. Kita dapat melihat bahwa walaupun berbeda, Natal dan tahun baru sama-sama menekankan dua kata kunci: ‘baru’ dan ‘harapan’.

Natal tahun 2020 menyisakan kesan hangat di hati. Saya menerima ucapan “Selamat Natal” dari teman-teman yang berbeda keyakinan. Jujur, ucapan “Selamat Natal” dari mereka amat spesial. Ditambah lagi, pada malam Natal, Menteri Agama Republik Indonesia Yaqut Cholil Qoumas, mengunjungi Gereja GPIB Immanuel di Kota Lama Semarang. Kunjungan beliau dikata mirip peristiwa Epifani atau penampakan Tuhan, yaitu ketika tiga orang majus (Baltasar, Kaspar, dan Melkior) menjenguk Bayi Yesus di kandang domba.

Natal yang dinanti-nantikan umat Kristiani adalah perayaan kelahiran Yesus, Tuhan yang turun ke dunia dan menjadi manusia untuk menebus dosa-dosa umat-Nya. Ada hal yang baru di sini: Tuhan yang selama ini dipandang jauh karena terus bertakhta di surga kali ini mau repot-repot turun ke dunia.

Ada pula harapan, yaitu penebusan dosa manusia akan semakin dekat dan tepat sasaran, karena Sang Penebus kini merasakan dan mengalami sendiri hidup sebagai manusia dengan segala kegembiraan dan kesulitannya. Tuhan kini berkarya bukan dari jauh melainkan dari tengah-tengah umat manusia.

Tahun 2020 medan karya Tuhan beraneka ragam. Daftarnya cukup panjang. Tuhan menebar kebaikan di tengah pandemi Covid-19, erupsi gunung berapi, banjir bandang, sekolah-sekolah. Tuhan juga berkarya di tengah dinamika politik Indonesia. Pun, karya Tuhan hadir melalui pemerintah yang berusaha memelihara rakyat.

Tuhan memperhatikan pergulatan hidup umat beragama Indonesia, yang selama pandemi menjalankan ibadat dalam jaringan (daring) atau ibadat luar jaringan (luring) terbatas. Ia pun ada ketika umat beragama Indonesia bergumul dengan toleransi dan intoleransi saat berhadapan dengan pemeluk agama lain, termasuk saat terjadinya teror di Sigi.

Peristiwa-peristiwa yang luput dari perhatian umum, karena sudah menjadi bagian hidup sehari-hari pun Tuhan hadir di dalamnya: kelahiran dan kehilangan anggota keluarga, bertambahnya usia, prestasi, pencapaian-pencapaian, menang giveaway, dan kesempatan ikut webinar tanpa batas.

Sejalan dengan ajakan Presiden Joko Widodo, yang disampaikan secara virtual di dalam Perayaan Natal Nasional 2020, hendaknya kita tidak kehilangan harapan di tengah beragam tantangan. Pandemi belum tampak ujung akhirnya, sekolah masih belum pasti kapan akan dibuka kembali, kesempatan memperoleh pekerjaan tetap yang diharap belum juga tampil di permukaan, beban hidup masih harus ditanggung menimbulkan rasa putus asa, tetapi percayalah bahwa ada penyertaan Tuhan dan kasihNya yang senantiasa menyertai kita.

Selamat merayakan kebaruan hidup!


Senin, 04 Januari 2021

Kapan Masuk Sekolah Lagi?


Kakak akhirnya berangkat ke sekolah diantar Bunda, setelah sekian lama terkurung di dalam rumah. Memakai seragam putih merah, dasi upacara, sepatu hitam, kaus kaki putih berlogo sekolah, ransel serta tak lupa masker, Kakak menyusuri setiap sudut tempatnya belajar. Lapangan bermain ia singgahi. Ruang kelas dimasuki. Kantin Bu Sri didatangi. Kakak senang bisa kembali ke sekolah. Namun, Kakak sendiri. Sekolah pun lengang.
 
 
Demikianlah sepenggal adegan film pendek berjudul “Kangen Sekolah” besutan sutradara Yopi Kurniawan. Berdurasi 12:17 menit, “Kangen Sekolah” yang pembuatannya didukung oleh Dinas Kebudayaan DIY, menjadi gambaran akan kerinduan seorang pelajar sekolah dasar pada sekolahnya, pada aktivitas yang biasa dilakukan di sekolah. Rindu Kakak bertumpuk saking lamanya belajar dari rumah. 

Perubahan Model Pembelajaran  

Nyaris setahun terakhir ini pandemi Covid-19 memaksa lembaga pendidikan di Indonesia menjalankan kegiatan belajar-mengajar dari rumah. Jika 13 Maret mendatang masih sekolah dari rumah maka pembelajaran jarak jauh akan berulangtahun yang pertama.
 
Belajar dari rumah bukan konsep belajar yang ideal bagi kelompok anak yang terbiasa dengan kehidupan sosial. Mereka telah terbiasa berangkat ke sekolah, belajar tatap muka dalam satu rombongan belajar, mengikuti ekstrakurikuler, pinjam buku di perpustakaan sekolah, bermain di lapangan sekolah maupun jajan di kantin ramai-ramai. Ada figur guru yang ditemui secara nyata dan ada anak sebaya yang disebut teman. 
 
Secara dominan, pandemi mengharuskan para murid tinggal di ruang privat mereka: kamar, rumah, gawai, maupun jaringan Internet masing-masing. Perjumpaan langsung dibatasi sedangkan tatap muka virtual meningkat. Pandemi Covid-19 tidak hanya mengubah model pembelajaran, tapi juga membatasi para murid dan guru dalam bersosialisasi. Padahal, bertatap muka langsung sesungguhnya adalah bagian dari pendidikan juga.
 
Ketika terjadi pandemi dan berujung pada ditutupnya sekolah, anak-anak tidak siap. Perubahan yang terjadi secara cepat dan mendadak menimbulkan kesulitan untuk beradaptasi. Tak ayal, anak-anak mulai dihinggapi rasa bosan, jenuh karena berbagai aktivitas yang melulu berlangsung di rumah. Dampaknya bisa dilihat pada kualitas belajar dan pencapaian anak.

Hantu Kesehatan Mental 

Belum ada kepastian bahwa aktivitas di sekolah akan kembali berjalan normal hingga akhir tahun pelajaran 2020/2021. Bahkan, bisa jadi justru tahun pelajaran berikutnya masih secara daring. Risiko menghantui: Covid-19 dan mutasinya menghadang di luar rumah, stress dan depresi menghantui di dalam rumah.
 
Adegan antara tokoh Bunda dan Kakak di dalam film pendek “Kangen Sekolah” memperlihatkan bahwa anak mengalami tekanan akibat pembelajaran jarak jauh. Tokoh Bunda membombardir Kakak dengan ocehan, perintah, dan informasi pembelajaran jarak jauh yang dikirim lewat group chat sedangkan Kakak merespon dengan ekspresi uring-uringan layaknya seorang anak yang tertekan dengan situasi yang monoton dan membosankan.
 
Kompas terbitan 31 Desember 2020 menampilkan penelitian kualitatif yang mencatat penurunan persentase frekuensi emosi positif dan peningkatan frekuensi emosi negatif di kalangan remaja. Sebelum pandemi, 80% responden merasa bahagia, 71% penuh harapan, dan 66% bergairah dan bersemangat. 
 
Setelah pandemi, terjadi perubahan: 40% responden yang masih merasa bahagia, 45% penuh harapan, dan, mirisnya, hanya 24% yang masih memiliki gairah/semangat. Kesehatan mental, khususnya para murid, mulai di ambang bahaya! Sejalan dengan data tersebut, kasus demi kasus di dalam rumah tangga turut bermunculan. Orang tua yang frustrasi mendampingi anak-anak mereka mulai melakukan kekerasan. 
 
Sebagai contoh, pada 26 Agustus 2020, seperti direkam oleh Kompas (31/12), siswa kelas 1 SD di Banten tewas karena dianiaya ibunya yang tertekan akibat kesulitan anak memahami pelajaran daring. Kasus-kasus bunuh diri di tengah pelajar mulai bermunculan akibat stress dan depresi, yang merupakan efek dari banyaknya tugas dan kurang memadainya fasilitas pendukung. 
 
Berbagai keprihatinan yang muncul di dalam masa pembelajaran daring, mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai kembali pembelajaran tatap muka di sekolah. Pada 20 November 2020, Nadiem Makarim mengumumkan izin pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021, yang diberikan sejauh situasi dan orang tua mendukung. 
 
Faktanya, meningkatnya angka pasien positif Covid-19 di Indonesia menjadikan kebijakan tersebut kembali mentah. Alasan tersebut pun mendorong cukup banyak orang tua untuk menolak mengizinkan anaknya pergi ke sekolah. 
 
Pembelajaran tatap muka ditunda. Para siswa dan guru kembali melakukan kegiatan belajar-mengajar secara daring. Kembali tidak ada kepastian tanggal pembelajaran tatap muka di sekolah; baik murid, guru, dan orang tua kembali bertanya “kapan masuk sekolah lagi?” 
 

Mau Sampai Kapan?

Menghadapi ketidakpastian yang berkepanjangan, lembaga-lembaga pendidikan diharapkan dapat terus melanjutkan pendampingan. Bahkan, pendampingan harus diperluas, bukan hanya di level akademis, melainkan juga dalam hal kesehatan mental.
 
Mengusahakan layanan kesehatan mental menjadi tugas yang harus sekolah-sekolah jalankan, bukan hanya bagi para murid, melainkan juga bagi para guru dan orang tua. Kerja sama dengan tenaga-tenaga ahli, baik psikolog maupun psikiater, harus digiatkan. Guru-guru bimbingan konseling dapat ikut serta dengan giat menyapa para murid bersama keluarga.
 
Sementara itu, para murid jangan terus-menerus dibebani tugas-tugas. Para guru hendaknya juga tidak dituntut untuk menyelesaikan seluruh materi pembelajaran yang kiranya tidak memungkinkan diselesaikan di luar masa normal.

Sebagai gantinya, pembelajaran yang bersifat kreatif dan rekreatif perlu diselipkan di tengah padatnya kurikulum akademis. Bahkan, orang tua murid juga dapat dilibatkan di dalamnya. Sebagai contoh, dinamika kelompok secara virtual dengan permainan-permainan dapat disertakan sebagai bagian dari kurikulum pada masa pandemi. 
 
Dengan adanya pembelajaran yang kreatif dan rekreatif, diharapkan emosi mereka yang terlibat di dalam pembelajaran pun tersalurkan dengan baik, energi positif kembali terbangun di dalam diri mereka. 
 
Kita sadar bahwa situasi yang kita hadapi tidaklah mudah. Kerinduan tatap muka, depresi, serta harap dan cemas bercampur aduk menjadi satu. Oleh karena itu, hendaknya solusi demi solusi kita upayakan dan bagikan demi kebaikan bersama, sambil berharap, pertanyaan “kapan masuk sekolah lagi?” akan segera menemukan jawabannya. []
 
Image: Canva