Senin, 15 November 2021 datang juga...
Secara khusus aku tidak menunggu datangnya 15 November, tapi hari pertama bekerja itulah yang jadi penantianku sekian lama.
Pengalamanku mengatakan bahwa mencari pekerjaan tidaklah semudah yang orang lain alami. Usaha juga doa tak putus dilakukan. Berkali jatuh, berkali pula berusaha bangkit, terus menyemangati diri, tak henti menanamkan keyakinan pada diri sendiri bahwa suatu saat akan datang jatahku. Jalan hidup baru mengantarkanku usai lamanya waktu menguji kesabaran dan keikhlasanku.
Selamat Pagi, Dunia (Kerja)!
Jam kerjaku dimulai jam 7.00. Tidak masalah buat aku yang sudah terbiasa bangun pagi. Yang jadi masalah adalah kenapa aku malah deg-degan? Aku takut melakukan kesalahan di hari pertama bekerja. Aku takut nggak bisa kerja. Aku dihinggapi khawatir tidak mampu menyesuaikan diri. Bayangan tentang karakteristik pekerja di Jakarta menakutiku. Seperti apakah rekan kerjaku nanti? Apakah mereka orang-orang baik? Apakah mereka akan menerima aku sebagai partner kerja?
Bersyukur aku dapat kost-an yang dekat dengan tempat kerja. Cukup jalan kaki sekitar 7 menit. Sepeda motor tetap berada di kampung halaman. Biar motor dipakai orang rumah untuk segala keperluan mereka. Aku? Seperti kebiasaanku, aku tidak terbiasa motoran. Tidak masalah kalau di Jakarta pun aku tidak bermotor lebih dulu.
Menyambut hari baru, aku berjalan melintasi setapak permukiman penduduk ibukota. Di kanan dan kiriku berimpitan bangunan rumah. Kebanyakan adalah bangunan bertingkat mengingat keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah di Jakarta. Identitas Jakarta terpampang nyata: jalanan ber"ranjau", air got tampak tidak mengalir, kucing berseliweran, dan minimnya standar higienitas rumah tangga.
Teman berjalanku adalah orang-orang yang harus bekerja atau berangkat kerja di pagi hari. Tampaknya anak-anak sekolah masih sekolah online, karena saat itu risiko penularan Covid di Jakarta terhitung tinggi. Lainnya adalah mereka yang beraktivitas pagi seperti beli sarapan atau jalan ke warung.
Langsung Nyasar...
Aku berhadapan dengan risiko menerjang badai Covid-19 dari kampung halaman menuju rantau. Namun, menunggu Covid-19 hengkang dari bumi sama halnya membiarkan ketidakpastian. Bagaimana aku bisa berkembang? Bagaimana dengan rencanaku?
Di depanku ada pertigaan. Aku harus belok kanan atau terus lurus? Jalan lurus terlihat menyempit sedangkan kalau belok kanan, kelihatan ada jalan yang lebih lebar. Gerak hati membawaku belok ke kanan.
Justru aku memilih jalan yang salah! Sebetulnya nggak salah-salah amat. Tetap bisa sampai tujuan, tapi lewat jalan raya. Dan aku tidak tahu rute tercepat ke tempat kerjaku kalau lewat jalan raya. Sementara aku kebingungan dan khawatir terlambat, jam terus bergerak maju. Waktu sangat tidak bermurah hati kepadaku.
Aku menyeberang jalan dan berhenti di depan minimarket. Celingak-celinguk. Ini tempat apa? Aku berusaha cek di map, tapi aku belum paham daerah tersebut. Di depan minimarket, aku berpikir, tempat kerjaku ke kanan atau ke kiri? Terpikir untuk menghentikan angkot atau naik ojol. Namun, sebelum aku menghentikan angkot atau order ojol, aku mendadak ingat sesuatu: kenapa nggak telpon temanku saja?
Penolong Datang!
Tuhan mengirimkan temanku di tempat aku kebingungan sekaligus udah mau nangis gara-gara dikit lagi terlambat. Pertolongan Tuhan dan pertolongan temanku datang di saat yang sungguh tepat. Tak terbayang nasibku di hari pertama kerja. Aku tidak mau membuat catatan buruk sejak hari pertama kerja.
Temanku memboncengkan aku menuju tempat kerjaku. Sepanjang jalan, otakku berbagi tugas: komat-kamit baca doa jangan sampai terlambat dan menghapal jalan supaya kejadian serupa tidak terulang.
Rupanya saat itu aku sudah setengah jalan. Tapi, kalau jalan kaki pun bakalan terlambat, karena harus memutar lewat perumahan. Gerbang terdekat, tak jauh dari sekolahan, masih tertutup rapat, karena sekolah masih online. Kata temanku, biasanya pagar (baca: gerbang)nya dibuka.
Sampai di tempat kerja, aku bertemu dengan seorang staf laki-laki. Atasan memberi mandat kepadanya untuk mendampingi aku di hari pertama masuk kerja. Pertama, aku diberi orientasi singkat mengenai tempat kerjaku. Kedua, aku diajak keliling lingkungan kerja, dikenalkan ke semua karyawan. Ketiga, dia mengantarku ke unit kerja penempatan.
Menandai 4 tahun hari pertamaku di "sana", kuberucap, "Terima kasih semesta, untuk semua orang baik yang kujumpai, para penolong yang tiada pamrih, segala hal baik yang boleh jadi pengalaman bernilai serta memori baik yang membawaku mendewasa..."[]


0 comments:
Posting Komentar