Senin, 04 Januari 2021

Kapan Masuk Sekolah Lagi?


Kakak akhirnya berangkat ke sekolah diantar Bunda, setelah sekian lama terkurung di dalam rumah. Memakai seragam putih merah, dasi upacara, sepatu hitam, kaus kaki putih berlogo sekolah, ransel serta tak lupa masker, Kakak menyusuri setiap sudut tempatnya belajar. Lapangan bermain ia singgahi. Ruang kelas dimasuki. Kantin Bu Sri didatangi. Kakak senang bisa kembali ke sekolah. Namun, Kakak sendiri. Sekolah pun lengang.
 
 
Demikianlah sepenggal adegan film pendek berjudul “Kangen Sekolah” besutan sutradara Yopi Kurniawan. Berdurasi 12:17 menit, “Kangen Sekolah” yang pembuatannya didukung oleh Dinas Kebudayaan DIY, menjadi gambaran akan kerinduan seorang pelajar sekolah dasar pada sekolahnya, pada aktivitas yang biasa dilakukan di sekolah. Rindu Kakak bertumpuk saking lamanya belajar dari rumah. 

Perubahan Model Pembelajaran  

Nyaris setahun terakhir ini pandemi Covid-19 memaksa lembaga pendidikan di Indonesia menjalankan kegiatan belajar-mengajar dari rumah. Jika 13 Maret mendatang masih sekolah dari rumah maka pembelajaran jarak jauh akan berulangtahun yang pertama.
 
Belajar dari rumah bukan konsep belajar yang ideal bagi kelompok anak yang terbiasa dengan kehidupan sosial. Mereka telah terbiasa berangkat ke sekolah, belajar tatap muka dalam satu rombongan belajar, mengikuti ekstrakurikuler, pinjam buku di perpustakaan sekolah, bermain di lapangan sekolah maupun jajan di kantin ramai-ramai. Ada figur guru yang ditemui secara nyata dan ada anak sebaya yang disebut teman. 
 
Secara dominan, pandemi mengharuskan para murid tinggal di ruang privat mereka: kamar, rumah, gawai, maupun jaringan Internet masing-masing. Perjumpaan langsung dibatasi sedangkan tatap muka virtual meningkat. Pandemi Covid-19 tidak hanya mengubah model pembelajaran, tapi juga membatasi para murid dan guru dalam bersosialisasi. Padahal, bertatap muka langsung sesungguhnya adalah bagian dari pendidikan juga.
 
Ketika terjadi pandemi dan berujung pada ditutupnya sekolah, anak-anak tidak siap. Perubahan yang terjadi secara cepat dan mendadak menimbulkan kesulitan untuk beradaptasi. Tak ayal, anak-anak mulai dihinggapi rasa bosan, jenuh karena berbagai aktivitas yang melulu berlangsung di rumah. Dampaknya bisa dilihat pada kualitas belajar dan pencapaian anak.

Hantu Kesehatan Mental 

Belum ada kepastian bahwa aktivitas di sekolah akan kembali berjalan normal hingga akhir tahun pelajaran 2020/2021. Bahkan, bisa jadi justru tahun pelajaran berikutnya masih secara daring. Risiko menghantui: Covid-19 dan mutasinya menghadang di luar rumah, stress dan depresi menghantui di dalam rumah.
 
Adegan antara tokoh Bunda dan Kakak di dalam film pendek “Kangen Sekolah” memperlihatkan bahwa anak mengalami tekanan akibat pembelajaran jarak jauh. Tokoh Bunda membombardir Kakak dengan ocehan, perintah, dan informasi pembelajaran jarak jauh yang dikirim lewat group chat sedangkan Kakak merespon dengan ekspresi uring-uringan layaknya seorang anak yang tertekan dengan situasi yang monoton dan membosankan.
 
Kompas terbitan 31 Desember 2020 menampilkan penelitian kualitatif yang mencatat penurunan persentase frekuensi emosi positif dan peningkatan frekuensi emosi negatif di kalangan remaja. Sebelum pandemi, 80% responden merasa bahagia, 71% penuh harapan, dan 66% bergairah dan bersemangat. 
 
Setelah pandemi, terjadi perubahan: 40% responden yang masih merasa bahagia, 45% penuh harapan, dan, mirisnya, hanya 24% yang masih memiliki gairah/semangat. Kesehatan mental, khususnya para murid, mulai di ambang bahaya! Sejalan dengan data tersebut, kasus demi kasus di dalam rumah tangga turut bermunculan. Orang tua yang frustrasi mendampingi anak-anak mereka mulai melakukan kekerasan. 
 
Sebagai contoh, pada 26 Agustus 2020, seperti direkam oleh Kompas (31/12), siswa kelas 1 SD di Banten tewas karena dianiaya ibunya yang tertekan akibat kesulitan anak memahami pelajaran daring. Kasus-kasus bunuh diri di tengah pelajar mulai bermunculan akibat stress dan depresi, yang merupakan efek dari banyaknya tugas dan kurang memadainya fasilitas pendukung. 
 
Berbagai keprihatinan yang muncul di dalam masa pembelajaran daring, mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai kembali pembelajaran tatap muka di sekolah. Pada 20 November 2020, Nadiem Makarim mengumumkan izin pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021, yang diberikan sejauh situasi dan orang tua mendukung. 
 
Faktanya, meningkatnya angka pasien positif Covid-19 di Indonesia menjadikan kebijakan tersebut kembali mentah. Alasan tersebut pun mendorong cukup banyak orang tua untuk menolak mengizinkan anaknya pergi ke sekolah. 
 
Pembelajaran tatap muka ditunda. Para siswa dan guru kembali melakukan kegiatan belajar-mengajar secara daring. Kembali tidak ada kepastian tanggal pembelajaran tatap muka di sekolah; baik murid, guru, dan orang tua kembali bertanya “kapan masuk sekolah lagi?” 
 

Mau Sampai Kapan?

Menghadapi ketidakpastian yang berkepanjangan, lembaga-lembaga pendidikan diharapkan dapat terus melanjutkan pendampingan. Bahkan, pendampingan harus diperluas, bukan hanya di level akademis, melainkan juga dalam hal kesehatan mental.
 
Mengusahakan layanan kesehatan mental menjadi tugas yang harus sekolah-sekolah jalankan, bukan hanya bagi para murid, melainkan juga bagi para guru dan orang tua. Kerja sama dengan tenaga-tenaga ahli, baik psikolog maupun psikiater, harus digiatkan. Guru-guru bimbingan konseling dapat ikut serta dengan giat menyapa para murid bersama keluarga.
 
Sementara itu, para murid jangan terus-menerus dibebani tugas-tugas. Para guru hendaknya juga tidak dituntut untuk menyelesaikan seluruh materi pembelajaran yang kiranya tidak memungkinkan diselesaikan di luar masa normal.

Sebagai gantinya, pembelajaran yang bersifat kreatif dan rekreatif perlu diselipkan di tengah padatnya kurikulum akademis. Bahkan, orang tua murid juga dapat dilibatkan di dalamnya. Sebagai contoh, dinamika kelompok secara virtual dengan permainan-permainan dapat disertakan sebagai bagian dari kurikulum pada masa pandemi. 
 
Dengan adanya pembelajaran yang kreatif dan rekreatif, diharapkan emosi mereka yang terlibat di dalam pembelajaran pun tersalurkan dengan baik, energi positif kembali terbangun di dalam diri mereka. 
 
Kita sadar bahwa situasi yang kita hadapi tidaklah mudah. Kerinduan tatap muka, depresi, serta harap dan cemas bercampur aduk menjadi satu. Oleh karena itu, hendaknya solusi demi solusi kita upayakan dan bagikan demi kebaikan bersama, sambil berharap, pertanyaan “kapan masuk sekolah lagi?” akan segera menemukan jawabannya. []
 
Image: Canva 

0 comments:

Posting Komentar